toy-bricks-table-with-word-faith

FAITH

Bismillah. Tulisan ini gak bermaksud menyinggung siapapun.

Faith. Menurut Google Translate: Keyakinan, Iman, dan sebagainya yang sejenis. Ada sesuatu yang menggelitik gue untuk menuliskannya, sesuatu merasuk masuk ke dalam kepala gue dan gue rasa gue harus menuliskannya. The big question in my head is: Bagaimana caranya lu bisa percaya pada sesuatu yang bahkan gak bisa dirasakan oleh pancaindera?

Bukankah begitu?

Bisa dilihat, diraba, diterawang? Eh, enggak. Maksudnya, bisa dilihat? Bisa digenggam? Bisa dicium, Bisa didengar? Bisa dirasakan oleh lidah?
Bisa dirasakan oleh semua itu? Lalu, dimana kita harus meletakkan keberadaan iman?

Gue baru aja sadar setelah perjalanan lima bulan mencoba kembali (lagi, untuk yang kesekian kali) ke jalan Allah, Tuhan gue, kalau boleh menambahkan satu buah indera lagi dalam tubuh gue ini, gue ingin menambahkan ‘hati’ sebagai satu buah indera lainnya. Dan iman, hanya bisa dirasakan oleh indera ke-enam tersebut.

Bukan, bukan. Ini bukan tentang supranatural atau apapun. Tapi, cuma hati yang merasakan. Terdengar aneh? Tapi, pernah gak ketika kalian melakukan sesuatu, yang merasakan bukan pancaindera kalian tapi ada sesuatu yang hangat di dada ketika kalian tenang, atau ketika kalian sedang gelisah, hati kalian yang kalut. Ya, itu maksud saya, teh.

Mungkin ini ada penjelasan ilmiahnya yang gue gak tau, tentang hati yang merasakan ini. Gue hanya ingin menuliskannya dari sudut pandang gue sebagai orang awam.

Iman itu suatu hal yang gak bisa dirasakan oleh pancaindera. Tapi, kita hanya disuruh percaya.

But, do you believe? Pertanyaannya kan itu. Percaya atau enggak?

Percaya akan apa? Di dalam kepercayaan gue, kita gak bisa melihat Allah. Segala sesuatu di dalam imajinasi kalian tentang Allah, percayalah Allah tidak seperti itu. That’s why we, muslim, call it ‘Zat Yang Maha Esa’.

Lalu, tentang surga dan neraka. Kita emang pernah liat dua tempat itu barang sekali dalam hidup kita? Terus, kita percaya? Ada pancaindera yang pernah sampe sana? Atau sesuatu yang logis yang membuktikan tentang kedua tempat itu? Ada sesuatu atau seseorang yang pernah sampe sana – selain Rasulullah?

Tapi, kita disuruh percaya. Have a faith.

Tapi, ada sesuatu yang membuat gue yakin. Yakin banget. Like… this is the way. Apa yang sedang gue jalani ini enggak salah. Gue akhir-akhir ini sering banget dengerin ceramahnya Ustad Hanan Attaki. Beliau sering banget ceramah dengan model story telling, menceritakan kisah-kisah para Nabi, kisah-kisah Rasulullah. Dan hadits itu diriwayatkan gak sembarangan, bukan? Itu yang gue suka.

Mereka, para terdahulu, gak mengarang-ngarang, gak membuat-buat, gak dilakukan demi kepentingan. Tapi, merujuk pada kebenaran. Makanya hadits sendiri ada empat tingkatan. Dari yang paling benar adanya, sampai yang diragukan kebenarannya. Itu yang gue suka dari hadits. Kalau mau suka-suka, buat aja hadits yang menguntungkan, seperti: boleh makan babi dan minum-minuman keras, misal. Kan keduanya enak (kata orang). Tapi, enggak, menurut kebenaran Islam, kedua hal tersebut, gak boleh.

Kita dilarang, maka kita gak melakukannya. Balik lagi. Have a faith. Mau gak?

Ada sebuah kisah, entah hadits ini dalam tingkatan mana, karena Ustad Hanan Attaki gak menjelaskannya. Kisah itu, dimana Rasulullah pernah mengharamkan madu karena Aisyah cemburu Rasulullah suka makan madu dari istrinya yang lain. Kita semua tahu, bagaimana sayangnya Rasulullah pada Aisyah, bukan?

Rasulullah keliru, lalu turun ayat dimana madu itu gak haram. Kemudian Rasulullah dateng ke Hafshah, istrinya yang muda yang lain selain Aisyah. Mengatakan kekeliruannya. Ya… bayangin aja, orang yang dipuji-puji paling-paling dah, mengakui kekeliruannya. Lagi-lagi, merujuk pada kebenaran (menurut versi Islam).

Ada kisah lain, dimana pada saat perang Badar, Rasulullah menunjuk suatu tempat sebagai camp. Ditanya oleh para sahabat, penunjukan lokasi itu berdasarkan wahyu atau pendapat pribadi? Kata Rasul itu pendapat pribadi. Maka para sahabat menunjukkan tempat yang lebih strategis dan Rasulullah menerimanya.

Dan gue merasakannya dengan hati.

Bahwa Beliau orang yang mulia akhlaknya, gak diktator, gak egois, tapi hanya merujuk pada kebenaran. Dan kalau mendengar kisah Rasulullah tuh, hati jadi adem.

For Your Information, menurut buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh karangan Michael H. Hart (2016) dan buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia tulisan Michael H. Hart (2017). Rasulullah, menempati urutan nomor satu sebagai manusia paling berpengaruh di dunia. *liat di Kumparan

Ada kisah lain. Perang yang amat sangat terkenal, perang Badar. 313:1000. Udah dari jumlah aja kalah, peralatan tempur kalah jauh, pengalaman perang juga. Logika darimana ini? Ada orang yang mau berperang kalau dalam kondisi gak masuk akal begini? Tapi… menang dong Umat Muslim. Yang mereka pegang saat berperang adalah Allah, Rasulullah dan hati yang percaya.

Banyak diantara kita yang ketika dikasih ujian, langsung merasa gak kuat. Padahal sudah dijelaskan sama para Ustad dimana-mana, kita beriman maka kita diuji. Dan di dalam Al-Qur’an pun sudah dijelaskan:

“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” – QS. Al-Baqarah ayat 45.

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” – QS. Al-Baqarah ayat 153.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” QS. Al-Insyirah ayat 5.

Percaya? Mau percaya atau enggak ya itu pilihan. Karena balik lagi. Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya.

Kalau gak kuat akan ujian ya kita tergelincir, jauh dari Tuhan kita, kalau kuat ya akan ada sesuatu yang menanti di depan sana. Kalau kata Ustad-Ustad. Akan ada kejutan pada orang-orang yang sabar.

Tapi, mau sabar sampai kapan? Balik lagi. Milikilah faith.

“Non-sense.” Ya gapapa juga kalau gak percaya. Hidup itu kan pilihan.

Pada akhirnya, Iman hanya bisa dirasakan oleh hati yang percaya dan yakin. Semoga kita semua selalu berada dalam lingkaran orang-orang yang percaya. Karena ketika percaya, yang kita dapat adalah ketenangan hati menjalani hidup ini. Karena gue udah merasakannya, ya dengan hati, sesuatu yang gue sebut indera ke-enam – meskipun masih tertatih juga menjalaninya hehe.

Kalian gak bisa mendapatkan iman kalau kalian tidak bisa menempatkan diri pada hati yang percaya.

Intinya ya: Faith, Believe.
Atau dengan kata lain: Yakin.

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *